Lalu lintas kota Bandung sore itu cukup padat merayap. Ya,
lalu lintas bisa merayap seperti kadal. Itu hanya kiasan, tidak penting.
Kendaraan saling mengantre di perempatan lampu merah, menunggu cahaya penolong
berwarna hijau yang mengizinkan untuk melaju.
Gambar ilustrasi (tribunnews.com) |
Pemuda itu adalah saya. Kala itu saya memakai sepeda motor punya adik saya untuk pergi ke
Jl. Asia Afrika, menemui beberapa orang untuk sebuah urusan. Karena jarang
mengemudikan sepeda motor, saya memang cukup patuh peraturan lalu lintas, juga
karena tidak paham cara mensiasati pelanggarannya sih. Haha. Ketika itu saya lewat jalan Ir. Juanda lurus akan menuju
Jalan Merdeka. Cukup panjang barisan mobil dan motor di perempatan BIP
(persimpangan Ir. Juanda, Jl. Merdeka, dan Jl. RE Martadinata). Jalan Merdeka
yang sekarang, setelah diperbaiki, merupakan jalan kembar tapi semua 1 arah,
dibagi oleh pembatas jalan yang berpagar agak tinggi. Di perempatan tersebut
ada 2 orang Polisi dan 1 orang Petugas Dishub mengatur lalu lintas. Saya
mencoba mencari celah di antara mobil-mobil mengejar kesempatan lampu hijau
yang sudah menyala. Saat saya sedikit melewati zebra
cross, sekonyong-konyong lampu sudah menguning kemudian langsung merah. Ya sudahlah, tidak
buru-buru juga. Saya berhenti kemudian perlahan mundur ingin di belakang zebra
cross karena ada ruang yang cukup sedikit di depan sebuah mobil. Namun, saat
itu juga, dari kejauhan bapak petugas Dishub dengan sedikit berteriak dan
menggerakkan tangan dan gestur tubuh memberi tahu saya ambil kiri saja. Yang
saya pahami saat itu, ambil jalan kembar yang sebelah kiri.
Seketika itu juga beberapa kendaraan dari arah Riau Junction
sudah mulai bergerak, sudah lampu hijau. Tidak banyak kendaraan saat itu. Saya
tetap lurus saja dengan asumsi tidak ada masalah karena bapak petugas Dishub
yang menyuruh. Belum sampai di kemacetan selanjutnya, salah satu Pak Polisi
menghentikan saya dan menganggap saya menerobos lampu merah. Lho pak lho kok eh
lho eh pak kok gitu pak. Saya mencoba
menjelaskan karena tadi disuruh Pak Dishub. Tapi tetap saja saya digiring ke
pos polisi terdekat di pojokan perempatan itu. Untungnya persuratan mengemudi
lengkap saya bawa, atau lebih tepatnya tidak pernah dipindah-pindah dari dalam
dompet karena jarang pakai motor. Sepertinya itulah saat pertama kalinya SIM C
saya keluar dari dompet sejak SIM itu saya masukkan dompet setelah tercetak.
Untungnya juga tidak ditemukan pelanggaran lain oleh Pak Polisi yang biasanya
mencari-cari pelanggaran.
Di pos polisi, saya dicecar pertanyaan kenapa menerobos dan
kenapa-kenapa lainnya. Saya mencoba menjelaskan kesalahpahaman saya pada saran
Pak Dishub tadi. Ternyata maksud Pak Dishub adalah menyuruh saya ambil kiri
yaitu belok kiri langsung ke arah Riau. Ya jadinya makin jauh dari tujuan saya
pak. Tapi itulah hidup, kadang harus berbelok sedikit mencari jalan alternative
agar tidak melanggar aturan atau keluar dari koridor-koridor yang ada. Asik.
Kembali ke cerita, setelah saya jelaskan kesalahpahaman itu,
Pak Polisi tak bergeming. Beliau tetap mengeluarkan surat tilang dan menawarkan
selesaikan kasus di kantor Kejaksaan atau bias dibantu langsung di tempat saja.
Sudah kuduga, wkwk. Saya pilih opsi pertama karena ingin mencoba hal baru,
yaitu ke Kejaksaan. Sebenarnya selesaikan di tempat juga belum pernah sih, tapi
lebih menantang ke Kejaksaan nampaknya. Saya nurut-nurut saja, tidak melakukan
perlawanan dan perdebatan sengit dengan beliau, hanya sedikit-sedikit membahas
kesalahpahaman dan mohon maaf. Sambil mengisi surat tilang, si Bapak Polisi
sedikit basa-basi standar bertanya tentang saya, sudah berapa tahun di Bandung,
kuliah di mana, semester berapa. Plat motor yang saya pakai adalah N jadi wajar
bapak ingin tahu.
Saya agak terkejut dan sangat bersyukur di tengah-tengah
obrolan sepertinya hati kecil Bapak Polisi yang gagah itu terketuk entah oleh
apa. Beliau tidak melanjutkan mengisi surat tilang dan sepertinya kasihan ke
saya. Katanya, dia menganggap saya di Bandung ini benar-benar untuk mencari
ilmu, karena sejak S1 sampai lanjut S2 tetap di sini menurutnya merupakan hal
yang sangat menunjukkan kesungguhan dalam mendalami ilmu. Sebagai gantinya,
karena saya jurusan elektro, beliau menghukum saya dengan cara lain. Hukuman
yang diberikan adalah beliau berkonsultasi kepada saya tentang lampu led yang
akan ditambahkan pada sepeda motornya. Beliau ingin tahu bagaimana memilih
lampu led yang tepat yang dapat menyala langsung dengan aki di sepeda motor.
Beliau sampai menanyakan kepada saya beberapa contoh led di salah satu toko
online, apakah praktis dipasang pada sepeda motor tanpa komponen tambahan lagi.
Setelah si bapak cukup memahaminya, saya diperbolehkan untuk melanjutkan
perjalanan tanpa proses tilang. Terima kasih Pak Polisi yang membuat saya tidak
jadi tertilang untuk pertama kalinya.
Syukur Alhamdulillah.
Hidup ini penuh kisah.
0 Komentar: