Ada yang bilang wanita karir lebih susah, ada yang bilang jadi ibu rumah tangga lebih sulit. Ada yang bilang yang satu lebih mulia, yan...

Bagai Sang Surya Menyinari Dunia


Ada yang bilang wanita karir lebih susah, ada yang bilang jadi ibu rumah tangga lebih sulit. Ada yang bilang yang satu lebih mulia, yang lain bilang satunya lebih perkasa. Di sisi sebelah sana kodrat kaum hawa dijadikan patokan untuk mengandalkan pria, di sisi lain emansipasi digaungkan agar wanita juga berkarya. Aku sih, tinggal ambil saja hal-hal positifnya. Karena wanita bisa bekerja, karena wanita juga bisa mengurus rumah tangga. Wanita tidak dibatasi hanya di dalam rumah, wanita juga tidak bisa melepas perannya sebagai seorang ibu ketika sudah berkarya.

Aku telah melihat wanita-wanita hebat dalam hidupku yang berliku-liku ini. Ya, menurut sebagian orang Bu Sri Mulyani, Bu Susi Pudjiastuti, Bu Tri Mumpuni, dan Bu Risma termasuk wanita-wanita hebat itu. Tapi ada yang lain yang lebih hebat yang aku rasakan kehebatannya secara langsung dari lahir sampai sekarang, Bu Komariyah, ibuku tercinta.

Waktu cepat bergulir, sisakan banyak kisah
Dia yang kau cintai telah lama meninggalkan dirimu sendiri
namun tetap kau berdiri tegak pada dunia
Pesonamu masih jelas kurasa hingga kini, menemani hingga ku dewasa
Derai air mata dan pengorbananmu takkan tergantikan
Terima kasih ibu ...
(Pesona Potretmu, Ada Band)

Perdebatan warganet tentang wanita karir vs ibu rumah tangga seperti tak ada artinya ketika aku membandingkannya dengan ibuku. Seorang wanita karir dan juga ibu rumah tangga. Aku memanggilnya ibuk, sederhana tapi sangat bermakna. Ibuku, sama seperti bapak, adalah seorang pegawai negeri sipil di sebuah universitas di kota Malang sejak sebelum menikah. Bukan dosen, hanya staf administrasi biasa yang masuk pagi pulang sore seringnya mepet magrib. Setelah menikah ya masih kerja, sampai punya 3 anak, sampai sekarang. Dulu keluargaku sempat punya asisten rumah tangga tapi cuma sebentar. Kalau tidak salah itu saat adikku masih TK, setelah itu tidak pernah lagi.

Masa-masa kecil dulu, setiap pagi ibuk dengan kemampuan multitaskingnya, seperti punya banyak tangan, menyiapkan sekolah anak-anaknya, belanja, memasak, menyempatkan bersih-bersih rumah, kemudian sampai beliau siap berangkat bersama bapak ke kantor dan sekalian mengantar kami ke sekolah. Tentunya, bapak juga membantu urusan rumah. Apalah aku yang tiap pagi lebih suka nonton spongebob daripada membantu pekerjaan rumah. Di keluarga kecil ini untungnya kami, 3 bersaudara laki-laki semua, dididik mandiri diiringi saling membantu. Sehingga seiring bebrtambahnya usia, pekerjaan rumah bisa dilakukan siapa saja, kecuali memasak mungkin. Memasak masih spesialisasi ibuk. Hehe jadi rindu sop ayamnya. Sering juga kami dibantu sepupu dan saudara-saudaraku yang lain apalagi kalau ada acara agak besar di rumah. Aku dan kakakku, sejak TK sampai SD, sepulang sekolah tidak langsung pulang tapi ke kantor ibuk/bapak karena jaraknya cukup dekat. Sepulang sekolah sambil menunggu ibuk selesai kerja aku lebih sering main game Pokemon. Kadang saat bosan aku yang masih kecil saat itu mengamati bagaimana kerjanya ibuk dan bagaimana interaksi orang-orang dengan ibuk. Kemudian pulang bareng setelah jam kerja selesai. Sepulang kerja, ibuk lebih sering masak daripada beli makanan di luar. Malam harinya, masih ada saja kegiatan ibuk yaitu kegiatan di kampung tempat tinggal kami. Dari PKK, tahlilan, latihan terbangan, rapat RT/RW, tapi jarang ngerumpi sih, sampai menjadi salah satu orang penting di lingkungan RW. Tidak lupa juga tetap menjalankan hobinya yang hampir sama dengan bapak, seperti bernyanyi, voli, pingpong, senam, dan lain-lain. Aku yang hanya melihatnya saja sudah ingin istirahat.

Mungkin sebagian orang berpendapat pekerjaan PNS ya gitu-gitu aja jadinya bisa multitasking juga. Aku tidak setuju. Ibuk, satu-satunya perempuan di keluarga kecil kami, adalah seseorang dengan integritas dan etos kerja tinggi. Buktinya, sekarang alhamdulillah sudah menduduki jabatan yang lumayan tinggi di tempat kerjanya. Selain jadi salah satu orang penting di kampung kami, beliau juga orang penting di tempat kerjanya dimana banyak orang sangat membutuhkan beliau dan merasa tenang dan senang kalau sudah ada beliau. Begitu juga aku. Walaupun bapak yang lebih banyak membantu belajar materi sekolah, ibuk sudah lebih dari cukup dalam memotivasi dan memperbaiki mental. Seseorang yang sangat luar biasa.

Sampai di suatu saat, bapakku sakit keras. Ibuk lah yang paling kuat dan paling cekatan. Ke sana ke mari dengan lincahnya. Kemudian ujian paling berat datang, yaitu ketika bapak, suami yang sangat dicintainya, sudah tidak bisa bersama kami lagi. Padahal beberapa bulan sebelum itu, kakekku, bapak dari ibuk, berpulang lebih dulu. Sungguh ibuk adalah wanita paling tegar. Di saat ketiga anaknya lemah tak berdaya, ibuk menguatkan kami. Seakan tidak mau terlihat menangis di depan anak-anaknya untuk membimbing kami sekeluarga secepatnya ikhlas dan tetap melanjutkan keseharian walaupun keadaan sudah berbeda. Banyak teman2 beliau bercerita kejadian yang biasa terjadi, seorang istri yang kuat di awal akan menjadi lemah menuju h+40 nya. Tetapi hal itu tidak terjadi pada ibuk. Beliau sangat sangat tegar. Aku tahu saat itu ibuk tiap tengah malam dan sehabis sholat masih sering menangis dalam doa dan kerinduannya. Tapi dalam keseharian, beliau lah yang paling kuat menghadapi keadaan yang sudah tidak sama sejak saat itu.

Masih banyak, banyak sekali, yang tidak akan cukup diceritakan di sini. Sekarang, kekuatan emak-emak semakin tumbuh membimbing ketiga anaknya menuju masa depan cerah diiringi doa-doa super mustajabnya. Tidak ada seorang ibu yang tidak memberikan hal yang terbaik bagi keluarganya.

Maafkan segala kenakalan anak-anakmu ini, maafkan semua salah-salah kata, maafkan semua mimpi kami yang tidak sesuai harapanmu, maafkan kami yang belum bisa dan tidak akan bisa membalas semuanya. Dan, mohon bersabar, mungkin aku tidak bisa cepat menemukan calon menantu untuk memberikan cucu yang lucu-lucu. hehe.

Sehat selalu, Ibuk ❤

-dari seorang anak tengah yang keras kepala-

(2muslims.com Gallery)

Sebuah Penunjuk Jalan Kuingin kembali produktif menulis di sela-sela kewajiban konsumtif akan ilmu-ilmu pengetahuan yang menunjang te...

Solo traveling in Solo


Sebuah Penunjuk Jalan
Kuingin kembali produktif menulis di sela-sela kewajiban konsumtif akan ilmu-ilmu pengetahuan yang menunjang tesis ini. Dan juga mengesampingkan konsumtif akan hal-hal bersifat refreshing seperti main pokemon, nonton film, dan my real definition of konsumtif, njajan. Kegiatan produktif menulis yang semoga konsisten, efektif, dan efisien, serta optimal ini coba kuawali dengan yang ringan-ringan saja, bercerita tentang jalan-jalan di sela-sela sebuah tugas presentasi di Solo (atau terbalik mungkin). Selanjutnya mungkin kembali berkhayal dalam dunia puisi dan merenung saat senja menjelang, atau mungkin pembahasan ilmiah agar terlihat pintar.

Beberapa bulan lalu memang sudah ditugaskan presentasi untuk publikasi paper proyek penelitian dan pengabdian masyarakat oleh seorang dosen. Saya dilibatkan agak dipaksa ikut proyek itu karena ada hubungannya dengan proyek sebelumnya yang kami (tim lain) kerjakan yang bekerja sama dengan bapak dosen ybs. Saya ke Solo dalam rangka presentasi di acara bertajuk ICPERE, sebuah konferensi internasional teknik tenaga listrik dan energi baru terbarukan, 29-31 Oktober kemarin. Saya yang notabene elektro arus lemah ini sedikit-sedikit tercampur dengan arus kuat/ teknik tenaga listrik. 

Sebuah kekecewaan seminggu sebelum pergi ke Solo, ketika menelpon sang ibunda untuk pamit dan sekedar bertukar kabar. Dalam kesempatan komunikasi yang sama itu, ternyata pada tanggal yang sama, ibu juga ada acara ke Jakarta mengajak kakak pertama, kemudian ingin mampir ke Bandung. Konferensi di Solo berlangsung selama 3 hari, tapi saya kebagian presentasi di hari ke-2, Selasa. Rencana awal, setelah selesai presentasi langsung kembali ke Bandung. Tetapi karena ibu cuma sampai hari Rabu sore di Bandung, daripada cuma sebentar bertatap mukanya, saya mengubah rencana sedemikian rupa sehingga saya pulang ke Malang seselesainya acara di Solo. Keinginan piknik, jalan-jalan, dan berwisata bersama ibunda tercinta beserta kakak pertama dan adik ketiga terpaksa ditunda lagi untuk beberapa waktu yang belum bisa ditentukan. Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa, saya malah diberi kesempatan pulang kampung lebih awal.

Sebenarnya saya sudah pernah ke Solo, seringnya cuma di dalam kereta. Ya, naik kereta Malang-Bandung atau sebaliknya pasti berhenti neng stasiun Balapan kutho Solo sing dadi kenangan. Eh sempat mampir juga sih dulu. Pertama,  tidak usah diceritakan karena berakhir dengan kegelapan. Kedua, saat sok-sokan menjadi pengelana-bertas-ransel Bandung-Semarang-Solo-Malang bersama 2 orang teman lain yang menamai grup Line-nya "Petualangan". Tetapi pada saat itu kami hanya menikmati segelintir sisi-sisi menarik dari kota Solo karena backpackeran kami dihadapkan dengan hujan deras dan singkatnya waktu yang tersisa. Ketiga, saya mewakili sebuah komunitas untuk berbagi cerita ke mahasiswa-mahasiswa elektro Univ. Sebelas Maret. Itu saya juga cuma sebentar di sana.

Mural persatuan

Mural persatuan

Pewayangan

"Tenggelamkan!"

Kesempatan kesekian kalinya saya mengunjungi kota asalnya Pak Joko ini saya manfaatkan untuk berkeliling kota suka-suka. Ya suka-suka, suka-suka saya, karena saya sendirian aja. Tak peduli ada teman yang bareng ikut konferensi, pokoknya saya mau Solo traveling in Solo, kayak anak ilang, yo ben. Tidak sepenuhnya tak peduli sih, saya sempatkan bertemu dengan beberapa orang juga, cuma sebagian besar waktu saya lalui dengan kesendirian dan banyak termenung. Eh tidak banyak, cuma sedikit kok, sisanya benar-benar menikmati kota ini tanpa merenung. Sendirian tidak seburuk itu. Sendirian itu bisa mandiri, bebas, dan tanpa menunggu. Setidaknya saya ingin menikmati waktu sendirian ini sebelum nanti waktu untuk berdua itu datang. hehe.

Wow, kota Pak Widodo ini sangat menarik. Walaupun hanya jalan-jalan di perkotaan, rasanya tidak bosan. Saya memang seringnya benar-benar jalan-jalan pakai kaki menyusuri kota ini. Dari hotel ke Masjid Agung, ke Alun-alun kidul,  benteng Vastenburg, dan lainnya. 

Gerbang Masjid Agung Solo


Hingar Bingar Pasar Malam
Paling seru yaitu saat saya ke pasar malam di alun-alun kidul, atau saudara saya yang di Solo menyebutnya cembengan. Sembari menunggu teman yang katanya akan ikut, saya mengelilingi pasar malam itu dulu. Lama sekali rasanya sudah tidak bermain di pasar malam, terakhir jaman SD mungkin. Dari permainan bayi sampai permainan mirip judi ada di sana. Perosotan balon, kuda komedi putar, dremulem/ bianglala yang jumlahnya lebih dari satu, beberapa kora-kora kecil, adu ketangkasan berhadiah, dan keseruan-keseruan lain. Semua wahana di sana tidak ada yang saya coba karena harus bayar, kecuali satu hal: Tong Setan. Mungkin karena di pasar malam yang pernah saya kunjungi dulu tidak ada hiburan ini. Tanpa berpikir panjang saya rela membayar untuk menonton kemampuan rider motor berputar-putar pada sebuah tong raksasa. Ternyata selain 2 motor yang berputar-putar, ada juga 1 orang yang bisa bersepeda berputar-putar di dalam sana! Atraksi lepas tangan sampai gaya semi-berdiri di atas motor mereka tunjukkan sembari mengambil uang dari penonton yang memberi saweran. Suara bising motor 2 tak tidak menghapus rasa terhibur para penonton dari usia balita sampai usia agak senja. Rasanya kasihan sih melihat balita yang diajak ke sana, mendengarkan suara bisingnya itu ditakutkan merusak pendengarannya yang masih suci dari ghibah-ghibah kehidupan dewasa. Tapi ya sudah, sampai atraksi selesai tidak ada kejadian yang tidak diinginkan. 

Sempat ku merenung menatap indahnya pemandangan cahaya pasar malam. Kemudian ku teringat pada 1 hal, aku belum makan dari siang. Kereta dari Bandung berangkat pagi, sampai Solo sore hari, setelah menyimpan barang di hotel langsung jalan-jalan, haha. Setelah makan di sekitar pasar malam, saya bertemu dengan beberapa teman, yang awalnya ngobrol  basa-basi dan klise berakhir dengan obrolan tentang bagaimana kita menjalani hidup mengejar mimpi kita yang mempunyai kesenjangan dengan mimpi-mimpi orangtua kita. Kesenjangan itu ada karena perbedaan generasi, perbedaan perkembangan zaman, dan perbedaan perjuangan orangtua kita dahulu dan kita sekarang. Mimpi-mimpi kami yang ingin berbagi kehidupan dengan orang-orang yang kurang beruntung, pasti berbeda dengan orangtua kita zaman dahulu ketika mereka berjuang mengarungi kehidupan untuk menghidupi dirinya dan keluarganya dulu sebelum untuk orang lain. Kesenjangan itulah yang membuat banyak orangtua menginginkan anaknya mempunyai pekerjaan yang tetap atau pasti dan terjamin masa depannya termasuk jodoh yang terjamin juga, daripada menjadi seniman, musisi, merintis wirausaha sosial, startup, atau yang lainnya yang belum jelas masa depannya. ðŸ¤®

Beralih ke kotanya Pak Joko lagi, pasar malam tersebut sungguh menjadi hiburan rakyat. Sangat ramai walau di hari Senin saya ke sana. Oiya, kuliner di kota Solo juga cukup menarik bagi saya. Saya sudah mencoba beberapa makanan khas di sana, yang paling saya favoritkan saat itu adalah timlo. Saya pertama kali makan timlo saat itu, dan enak sekali ternyata. Sate buntel juga enak, selat Solo juga enak, semua enak. Indescribable. Saya tidak bisa menjelaskannya, saya tidak cocok menjadi food blogger, tidak jago me-review makanan, atau sejenisnya. Atau mungkin saya saja yang doyan banyak makanan. 


Bersiap Menggila di Tong Setan
Sori blur
Cahaya Hiburan
Salah satu penampakan cembengan
  
Sebuah permainan untuk anak-anak



Salah satu uji ketangkasan yang berhadiah


Khas

Salah satu sudut benteng saat senja menjelang

Saya pulang dari Solo menuju Malang naik bus. Jadinya ya tidak lagi neng stasiun Balapan kutho Solo sing dadi kenangan kowe karo aku. Entah kenapa saat itu ingin naik bus, antara bosan naik kereta atau ingin menikmati jalanan aspal saja daripada rel. 

0 Komentar:

melawan enggan kembali menapaki tanah rantauan ke dalam hiruk pikuknya ke dalam perputarannya meski acap kali menghibur diri menga...

males mudik-balik




melawan enggan
kembali menapaki tanah rantauan
ke dalam hiruk pikuknya
ke dalam perputarannya
meski acap kali menghibur diri


mengapa ku tak berpijak saja di sana?
tempat ku menggali potensi diri

memanfaatkannya untuk meraih mimpi
bersama teman yang saling menopang

entah

ku masih ingin di rumah
tempat tumbuh menjadi pribadi berbudi pekerti

menyusun tiap butir beras menjadi emas

dan yang pasti
bisa menemani sang ibu setiap hari
tanpa memakai istilah mudik tiap tahun

memenuhi tol, bandara, atau stasiun

di bawah matahari naik sepenggalah
tapi ku berkalang lidah
syarat dan ketentuan belum memenuhi
untuk kembali ke kota ini

0 Komentar:

Lalu lintas kota Bandung sore itu cukup padat merayap. Ya, lalu lintas bisa merayap seperti kadal. Itu hanya kiasan, tidak penting. Kendar...

Pemuda Ini Menerobos Lampu Merah Di Hadapan Polisi Tapi Tidak Tertilang, Kisahnya Menggemparkan


Lalu lintas kota Bandung sore itu cukup padat merayap. Ya, lalu lintas bisa merayap seperti kadal. Itu hanya kiasan, tidak penting. Kendaraan saling mengantre di perempatan lampu merah, menunggu cahaya penolong berwarna hijau yang mengizinkan untuk melaju.

Gambar ilustrasi (tribunnews.com)

Pemuda itu adalah saya. Kala itu saya memakai sepeda motor punya adik saya untuk pergi ke Jl. Asia Afrika, menemui beberapa orang untuk sebuah urusan. Karena jarang mengemudikan sepeda motor, saya memang cukup patuh peraturan lalu lintas, juga karena tidak paham cara mensiasati pelanggarannya sih. Haha. Ketika itu saya lewat jalan Ir. Juanda lurus akan menuju Jalan Merdeka. Cukup panjang barisan mobil dan motor di perempatan BIP (persimpangan Ir. Juanda, Jl. Merdeka, dan Jl. RE Martadinata). Jalan Merdeka yang sekarang, setelah diperbaiki, merupakan jalan kembar tapi semua 1 arah, dibagi oleh pembatas jalan yang berpagar agak tinggi. Di perempatan tersebut ada 2 orang Polisi dan 1 orang Petugas Dishub mengatur lalu lintas. Saya mencoba mencari celah di antara mobil-mobil mengejar kesempatan lampu hijau yang sudah menyala. Saat saya sedikit melewati zebra cross, sekonyong-konyong lampu sudah menguning kemudian langsung merah. Ya sudahlah, tidak buru-buru juga. Saya berhenti kemudian perlahan mundur ingin di belakang zebra cross karena ada ruang yang cukup sedikit di depan sebuah mobil. Namun, saat itu juga, dari kejauhan bapak petugas Dishub dengan sedikit berteriak dan menggerakkan tangan dan gestur tubuh memberi tahu saya ambil kiri saja. Yang saya pahami saat itu, ambil jalan kembar yang sebelah kiri.

Seketika itu juga beberapa kendaraan dari arah Riau Junction sudah mulai bergerak, sudah lampu hijau. Tidak banyak kendaraan saat itu. Saya tetap lurus saja dengan asumsi tidak ada masalah karena bapak petugas Dishub yang menyuruh. Belum sampai di kemacetan selanjutnya, salah satu Pak Polisi menghentikan saya dan menganggap saya menerobos lampu merah. Lho pak lho kok eh lho eh pak kok gitu pak.  Saya mencoba menjelaskan karena tadi disuruh Pak Dishub. Tapi tetap saja saya digiring ke pos polisi terdekat di pojokan perempatan itu. Untungnya persuratan mengemudi lengkap saya bawa, atau lebih tepatnya tidak pernah dipindah-pindah dari dalam dompet karena jarang pakai motor. Sepertinya itulah saat pertama kalinya SIM C saya keluar dari dompet sejak SIM itu saya masukkan dompet setelah tercetak. Untungnya juga tidak ditemukan pelanggaran lain oleh Pak Polisi yang biasanya mencari-cari pelanggaran.

Di pos polisi, saya dicecar pertanyaan kenapa menerobos dan kenapa-kenapa lainnya. Saya mencoba menjelaskan kesalahpahaman saya pada saran Pak Dishub tadi. Ternyata maksud Pak Dishub adalah menyuruh saya ambil kiri yaitu belok kiri langsung ke arah Riau. Ya jadinya makin jauh dari tujuan saya pak. Tapi itulah hidup, kadang harus berbelok sedikit mencari jalan alternative agar tidak melanggar aturan atau keluar dari koridor-koridor yang ada. Asik.

Kembali ke cerita, setelah saya jelaskan kesalahpahaman itu, Pak Polisi tak bergeming. Beliau tetap mengeluarkan surat tilang dan menawarkan selesaikan kasus di kantor Kejaksaan atau bias dibantu langsung di tempat saja. Sudah kuduga, wkwk. Saya pilih opsi pertama karena ingin mencoba hal baru, yaitu ke Kejaksaan. Sebenarnya selesaikan di tempat juga belum pernah sih, tapi lebih menantang ke Kejaksaan nampaknya. Saya nurut-nurut saja, tidak melakukan perlawanan dan perdebatan sengit dengan beliau, hanya sedikit-sedikit membahas kesalahpahaman dan mohon maaf. Sambil mengisi surat tilang, si Bapak Polisi sedikit basa-basi standar bertanya tentang saya, sudah berapa tahun di Bandung, kuliah di mana, semester berapa. Plat motor yang saya pakai adalah N jadi wajar bapak ingin tahu.

Saya agak terkejut dan sangat bersyukur di tengah-tengah obrolan sepertinya hati kecil Bapak Polisi yang gagah itu terketuk entah oleh apa. Beliau tidak melanjutkan mengisi surat tilang dan sepertinya kasihan ke saya. Katanya, dia menganggap saya di Bandung ini benar-benar untuk mencari ilmu, karena sejak S1 sampai lanjut S2 tetap di sini menurutnya merupakan hal yang sangat menunjukkan kesungguhan dalam mendalami ilmu. Sebagai gantinya, karena saya jurusan elektro, beliau menghukum saya dengan cara lain. Hukuman yang diberikan adalah beliau berkonsultasi kepada saya tentang lampu led yang akan ditambahkan pada sepeda motornya. Beliau ingin tahu bagaimana memilih lampu led yang tepat yang dapat menyala langsung dengan aki di sepeda motor. Beliau sampai menanyakan kepada saya beberapa contoh led di salah satu toko online, apakah praktis dipasang pada sepeda motor tanpa komponen tambahan lagi. Setelah si bapak cukup memahaminya, saya diperbolehkan untuk melanjutkan perjalanan tanpa proses tilang. Terima kasih Pak Polisi yang membuat saya tidak jadi tertilang untuk pertama kalinya.

Syukur Alhamdulillah.
Hidup ini penuh kisah.

0 Komentar:

Senja, senja, dan senja Para penyair tak bosan-bosannya dengan senja Aku fajar saja Fajar disambut dengan istimewa kesejukan sepertiga...

Fajri


Senja, senja, dan senja
Para penyair tak bosan-bosannya dengan senja
Aku fajar saja

Fajar disambut dengan istimewa
kesejukan sepertiga malam mengantarkannya
waktu bersimpuh, berlutut, dan berdoa
bak anak panah melesat dari busurnya

Dalam aram temaram
apakah kau tak malu pada ayam
yang berlomba menguasainya
padahal kukuruyuknya sedang memperingatkanmu
karena dia akan segera mematok rezekimu
jika kau hanya menikmati fajar di atas bantalmu
Sudah kah kau laksanakan kewajibanmu?

Di ufuk timur akan muncul seberkas cahaya
Pagi baru akan segera membuka matanya
membuang sunyi dini hari
membungkus mimpi tertusuk duri
melanjutkan asa yang sempat terhenti
menyegarkan jasmani
dan membuka kesempatan memperbaiki diri



Seseorang yang lahir di waktu fajar 
- D. Fajri Syahbana

Bulan mulai tenggelam, menuju fajar di sebuah sudut kota

1 Komentar:

Mengapa kamu masih mencari kupu-kupu dengan jaring? Sementara orang lain sudah membangun taman bunga yang indah kemudian datang sendir...

Toilet dan Taman Bunga


Mengapa kamu masih mencari kupu-kupu dengan jaring?
Sementara orang lain sudah membangun taman bunga yang indah
kemudian datang sendiri para kupu-kupu itu
Menjadikannya sebagai tempat tinggal
tempat berlindung, tempat bertelur, dan tempat menjalani hidup

Seperti juga sebuah toilet
Bukan toilet yang mencari orang kebelet
tapi mereka lah yang akan menujunya
dengan gerakan yang lincah, cepat, dan sigap
melewati segala aral melintang
meninggalkan segala pekerjaan

karena toilet memang dibangun untuk menaungi mereka
karena taman bunga adalah kebahagiaan bagi kupu-kupu


D.F. Syahbana,
Bandung, Maret 2018
gambar dari: inhabitat .com

0 Komentar:

  Namanya juga anak nomor dua, berarti dinomorduakan? Katanya memang begitu, perhatian dari orangtua tidak sebesar ke anak pertama dan ...

Anak Kedua (Tengah)

 

Namanya juga anak nomor dua, berarti dinomorduakan? Katanya memang begitu, perhatian dari orangtua tidak sebesar ke anak pertama dan anak terakhir, karena anak pertama cenderung dipersiapkan untuk bertanggung jawab besar dan anak terakhir adalah yang paling kecil. Anak kedua bagaimana? Seperti terasingkan. Apalagi kalau tiga bersaudara laki-laki semua. Karena itu, katanya anak kedua menjadi sosok yang pandai bernegosiasi, atau bisa disebut manipulatif. Entah itu untuk mencari perhatian orangtua, pandai menentukan sikap ketika berhadapan kakak dan mengubahnya ketika dengan adik, menengahi mereka, atau untuk sekedar menciptakan kebahagiaannya sendiri. Selain sejenis kefleksibelan itu, anak kedua katanya menjadi anak yang berempati tinggi, kreatif, berani mencari keseruan baru di luar rumah, eksploratif, dan mandiri, atau malah penyendiri (?). Dari sumber lain, disebutkan bahwa anak kedua itu setia dan cepat menemukan pasangan yang tepat daripada kakaknya. Hmm, di kampung saya memang ada beberapa anak kedua yang menikah lebih dulu dari anak pertama. Di sisi lain, anak kedua juga bisa mempunyai sisi negatif seperti terlalu sensitif dan ego-nya yang tinggi karena cenderung apa-apa dilakukan dan dipikirkan sendiri sejak kecil. Dan haus akan perhatian sepertinya masih tetap ada.


Ya, hampir semua betul, kecuali bagian yang terasingkan. Memang ketika kecil sempat merasa agak terasingkan. Namun saat sudah beranjak dewasa, saya menyadari sebenarnya itu hanyalah bentuk perhatian lain dan pola asuh terbaik yang dipilih orangtua, bukan masalah pengasingan, tidak diprioritaskan, atau hal buruk lain. Itulah yang membuat saya bangga dengan kedua orangtua saya, saya bisa menjadi pribadi seperti ini sekarang.

I love you, Bapak & Ibuk.
Dwiky F. S.,
Anak Kedua (Tengah)

Sumber: hipwee.com, dosenpsikologi.com, psikolog, dan sebuah seminar kepribadian.

0 Komentar:

Jarak, janganlah terlalu kejam, aku yakin kau tidak akan membunuh perasaan Waktu, jadilah bersahabat agar dapat ku nikmati indahnya rind...

Seketika


Jarak, janganlah terlalu kejam,
aku yakin kau tidak akan membunuh perasaan
Waktu, jadilah bersahabat
agar dapat ku nikmati indahnya rindu

Walaupun di setiap rindu ada gundah yang seakan meragukan
Namun di setiap rindu, ada cita yang terus menarik kita agar menujunya


0 Komentar: