Kisah ini terjadi di bulan Ramadhan kemarin. Pulang kerja praktik (KP), saya tiba-tiba ingin mencoba berbuka di Masjid Raya Bandung, yang a...

El Angga, Pengelana Pencari Kebenaran dari Banten

Kisah ini terjadi di bulan Ramadhan kemarin. Pulang kerja praktik (KP), saya tiba-tiba ingin mencoba berbuka di Masjid Raya Bandung, yang ada alun-alun rumput sintetis itu lho. Saya tiba di tempat masih jam 5 sore. Lalu saya menyempatkan melanjutkan membaca Al-Quran. Beberapa menit kemudian, seseorang menepuk pundak saya dan menghentikan kegiatan saya. Orang itu memperkenalkan dirinya dengan nama Angga. 

Saya baru bicara sedikit memperkenalkan diri, dia sudah ngomong lebih banyak lagi menceritakan dirinya. Saya mendengarkan dengan seksama, ternyata dia tidak seberuntung saya. Dan tebakan saya benar, dia meminta tolong saya dalam bentuk uang. Singkatnya begini. Angga berasal dari Cilegon. Angga adalah anak pertama. Dia lebih tua satu tahun dari kakak saya dan sudah bekerja. Ceritanya, ibunya sudah cerai 1 kali dan sudah menikah lagi dengan ayah baru. Katanya ada konflik lagi antara ibunya dan ayah barunya itu dan mau berpisah lagi. Pelik.

Angga pergi ke Bandung untuk mencari ayah barunya. Dia mencari karena ingin menuntut ayahnya yang memperlakukan ibunya secara tidak pantas lalu meninggalkannya. Muka Angga terlihat sangat sedih saat menceritakannya kepada saya. Dia sudah menghubungi via telepon tapi tak diangkat sekalipun. Beberapa hari mencari, usahanya sia-sia. Dia sudah ke rumah ayahnya tersebut di Lembang, tapi tidak ada hasil. Uangnya sudah habis. Tidak ada biaya lagi untuk kembali ke Banten. Oiya, dia bekerja menjadi pelayan di salah satu restoran di Banten. Dia harus kembali ke Banten segera karena sudah 3 hari tidak masuk kerja dan jika keesokan hari dia tidak masuk lagi, dia akan diberhentikan. Angga memohon bantuan kepada saya sambil menunjukkan KTPnya dan memberikan saya nomor hp ibunya, mungkin untuk meyakinkan saya. Nama di KTPnya adalah El Angga.

Saya mengajaknya buka bersama dengan jamaah lain sampai sholat maghrib. Kemudian saya mengantarnya ke halte bus dan memberikan sedikit rupiah. Kebetulan uang saya tinggal sedikit juga. Tidak tahu bagaimana kabarnya sekarang. Entah menipu entah bagaimana, saya pun sempat berburuk sangka, semoga prasangka saya tidak benar. Semoga sudah damai-damai saja.