Ketika sinar bulan yang sudah tak purnama mulai
terkalahkan oleh matahari pagi.
Beberapa tahun terakhir, 1 bulan Ramadhan penuh
berada dalam libur sekolah/ kuliah. Tapi ada saja alasan yang membuat hari
libur tetap di kampus. Kalau tahun lalu jadi peserta osjur, tahun ini aku yang
jadi pengosjurnya, ditambah mengemban tugas menjadi penanggung jawab sementara
satu-satunya badan semi otonom di himpunan jurusan.
Seperti Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, setiap
hari masjid Salman ITB menyediakan paket berbuka gratis sebanyak angka tahun
hijriyah Ramadhan tersebut. Tahun ini berjumlah 1435 buah. Langsung sikat sejak
hari kedua berbuka, setelah hari pertama masih main-main di Jakarta. Hari itu
memang tidak berbuka bersama keluarga seperti masa kecil yang bahagia dulu,
tapi setidaknya sama-sama tak mengeluarkan uang sendiri untuk membatalkan puasa
saat maghrib. Begitulah hari-hari dilewati dengan berhemat, dengan menu-menu
yang berbeda tiap harinya tapi tetap 4 sehat, kadang ditambah beli susu kotak
agar 5 sempurna (Gratis no.1). Hanya saja tetap beli sendiri untuk makan sahur,
kadang masak nasi sendiri cuma beli lauk, kadang beli semua sendiri. Ya,
sendiri. Sempat satu dua hari bangun terkejut oleh adzan subuh, karena
tidak ada yang membangunkan. Otomatis di pagi itu tidak ada uang yang keluar
dari saku (Gratis no. 2) dan malamnya juga buka di masjid seperti biasa.
Jadinya satu hari penuh tidak mengeluarkan uang satu rupiah pun.
Hari-hari sebagai pengosjur di bulan Ramadhan
tidaklah mudah, tidak sulit juga. Begitu sok sibuknya padahal cuma seorang
logistik yang diperlukan di hari-hari tertentu saja. Target khatam kitab suci
tetap tidak berani mencapai angka 2 kali. Di sela-sela kesibukan yang tidak
begitu sibuk, aku mengejar target itu bersama ibadah-ibadah khas lainnya untuk
panen pahala seperti shalat tarawih walaupun kadang hampir tidur saat bacaan
panjang oleh imam dan memang tidur saat ada ceramah. Astaghfirullah. Tidak lupa
acap kali menginap di sekre himpunan tiap ada pertandingan piala dunia sampai
final kemarin. Empat tahun sekali adanya, saying kalau dilewatkan. Memang
sempat buka bareng teman-teman bayar sendiri-sendiri dan buka bareng angkatan
Eltoro bayar juga. Di suatu hari, aku memutuskan berbuka tidak gratis dari
masjid dan akhirnya mengeluarkan uang. Alhamdulillah, puji syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa setelah shalat tarawih di masjid yang sama, seseorang
membagi-bagikan nasi kotak. Tak usah pikir panjang, inilah pikiran anak kos,
sepanjang apapun pasti yang gratis yang paling enak, aku ambil satu nasi kotak.
Walaupun itu adalah nasi kotak sisa kegiatan di kampus tapi tetap syukuri saja
masih bisa dimakan untuk sahur (Gratis no. 3). Suatu hari yang lain, secercah
cahaya tiba-tiba datang menambah terang Ramadhan yang sudah cukup kemilau
dengan gratisannya. Seseorang di sana menyapa dengan mengirim pesan selamat
berbuka ketika memang sedang sendirian menyantap takjil. Mungkin sudah ada yang
menerka-nerka tapi belum ada satu orang pun yang tahu siapa dia yang menurutku amazing itu. Pastinya perempuan. Ah
sudahlah, jatuh cinta itu biasa saja. Tapi apa memang sudah saatnya mencari?
Lanjut ke hari-hari penuh berkah lainnya. Lupa
hari ke berapa, saat itu aku sedang tidur di satu-satunya sofa di sekre
himpunan menunggu pertandingan piala dunia, ada salah seorang teman sudah ada
di warung donat panggang dan milkshake depan kampus. Dia menawarkan mau titip
beli apa ke beberapa orang yang ada di himpunan saat itu. Suatu alarm tak
berbunyi membangunkanku dan aku titip milkshake coklat. Eh ternyata dia yang
bayar semua. Alhamdulillah, paling ya yang tadi itu alarm gratis (Gratis no.
4).
Bulan April kemarin aku mencoba menjadi ring 1
kepanitiaan perayaan wisuda himpunan jurusan. Saat itu tim pencari uang atau
biasa disebut dana usaha (danus) sekuat tenaga menjual apapun yang bisa dijual
untuk mendanai acara itu. Tapi tidak berlebihan sampai menjual ginjal juga,
walaupun sempat melintas di pikiran kami. Alhamdulillah puji syukur kepada
Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dana yang didapatkan sampai tumpeh-tumpeh. Akhirnya sisa uang tujuh
digit tersebut digunakan untuk buka bersama belasan panitia tanggal 14 Juli.
Tak terima usulan warteg, restoran cepat saji, restoran keluarga, atau tempat
makan gaul. Kami makan di hotel berbintang sekian di lantai enamnya, menu all you can eat. Kalau bayar sendiri
satu orangnya 90.000 rupiah saja tapi ini gratis. Mulai dari takjil, snack, buah, dan banyak makan berat kami
santap satu persatu sedemikian rupa sehingga muat di perut masing-masing
(Gratis no. 5).
Hari-hari gratis anak kos telah berlalu. Satu
hari setelah makan mewah itu aku sudah tak punya kegiatan lagi di tanah
perantauan. Sebelum pulang ternyata masih ada lagi nikmat dari-Nya. Dengan
hanya mengetik satu kata di chatroom
salah satu aplikasi chatting, aku berkesempatan
beruntung mendapatkan satu teh botol 450 ml dan satu coklat ratu perak dari
sebuah minimarket (Gratis no. 6). Akhirnya, setelah hidup penuh dengan
kenikmatan jarang mengeluarkan uang, aku pun tiba di “gratis” yang sesungguhnya
yaitu rumah. Alhamdulillah..