Ketika dunia sudah tanpa suara Aku masih bersuara Tak ada waktu bagi bunga tidur untuk mekar Ketika besok sudah menjadi sekarang Malam...

Tidak Ada Mimpi Malam Ini


Ketika dunia sudah tanpa suara
Aku masih bersuara
Tak ada waktu bagi bunga tidur untuk mekar

Ketika besok sudah menjadi sekarang
Malam tak kunjung gelap
Kau tak bisa bangunkan aku
karena aku masih terbangun

Ketika berlaku tidur hanya untuk yang lemah
Menguatkan mata dengan dua cangkir kopi
karena satu cangkir masih kurang

Manusia bukanlah kelelawar
yang tidak tidur sepanjang malam
Tapi manusia kadang tak tidur sepanjang siang dan malam

Mungkin waktu yang tak bisa diatur
atau aku yang tak bisa mengatur

D.F. Syahbana

ini adalah postingan telat, seharusnya sudah dari Desember kemarin Dua puluh empat Desember 2013, 12 anggota Palapa HME ITB berangk...

HME ITB Live in Kampung Lio

ini adalah postingan telat, seharusnya sudah dari Desember kemarin




Dua puluh empat Desember 2013, 12 anggota Palapa HME ITB berangkat ke Sukabumi. Berangkat sekitar pukul 8.30 pagi, kami baru sampai di kampung Lio, tujuan kami, setelah kurang lebih 6 jam perjalanan.

Kampung Lio, Kab. Sukabumi dapat dimasukkan dalam desa yang cukup tertinggal, jauh dari keramaian dan kemacetan perkotaan. Untuk sampai di kampung Lio, kami harus jalan kaki sekitar 3 km melewati jalan yang masih bebatuan dan tanah liat yang sangat licin, kebetulan kami lewat jalan itu setalah hujan sehari sebelumnya. Hasilnya kami sering jadi korban terpeleset dan jatuh.

Tapi kampung Lio tidak begitu sangat tertinggal. Walaupun belum tersentuh oleh listrik PLN, di sana sudah ada listrik yang dibuat sendiri. Ada 5 pembangkit listrik tenaga air skala kecil yang dibuat sendiri dibantu oleh lembaga lain beberapa tahun lalu. Sampai sekarang semua pembangkit itu masih berfungsi walaupun tidak semua warga di sana menggunakannya, ada yang tidak pakai listrik ada juga yang memakai listrik PLN dari desa sebelah agak jauh di seberang sungai. Lalu apa sebenarnya tujuan kami di sana?

Setelah dilakukan beberapa kali survey ke sana sebelum "live-in" ini, tim Palapa HME ITB akan mengembangkan kampung ini menjadi kampung yang mandiri. "Live-in" ini merupakan langkah pertamanya, yaitu social mapping. Kami harus mengetahui seluk beluk kampung ini dahulu sebelum kami melakukan sesuatu yang besar nantinya. Dalam social mapping kali ini, 12 orang disebar ke rumah-rumah penduduk, tinggal di sana untuk beberapa hari dan mencari informasi se-detail-detailnya. Kebetulan saya mendapatkan tempat menginap di rumah yang biasa-biasa saja, layaknya rumah yang benar-benar rumah desa, tidak ada kamar mandi. Mungkin teman-teman lain yang tinggal di rumah berkamar mandi kurang beruntung karena tidak bisa merasakan desa yang sesungguhnya. Jadinya harus bolak-balik turun ke sungai tiap hari. Eits, jangan salah, sungai di kampung ini masih bersih, jernih, dan mengalir cukup deras. Alam sekitarnya juga masih asri, banyak sawah, kebun, dan pepohonan yang membuat sejuk menenangkan jiwa.

Di sela-sela menjalankan misi social mapping, kami harus menikmati suasana alam yang tak ada di kota. Kami sempat jalan-jalan keliling desa, menyeberang sungai ke desa sebelah, dan diajak bapak yang punya rumah menelusuri kebun-kebun mencari rumput untuk makanan kambing. Warga di sana hampir semuanya ternak kambing di sela-sela pekerjaannya menggarap sawah. Tapi hampir semua laki-laki di sana merantau untuk menghidupi keluarganya.

Setelah proses social mapping, tim palapa mengeluarkan ide-ide untuk membuat sesuatu di desa itu dan akan didiskusikan lagi di Bandung nanti. Minggu, 29 Desember 2013 pagi, kami pamit ke penduduk desa lalu pulang ke Bandung dan akan ke sana lagi kapan-kapan.

Tanggal 28 Februari kemarin 4 orang dari palapa ke sana lagi untuk silaturrahmi serta mengecek situasi di sana