Marhaban Ya Ramadhan

1 Komentar:

Seindah apapun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi? Bukankah kita baru...

SPASI


Seindah apapun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?
Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling menyayang bila ada ruang? Kasih sayang akan membawa dua orang semakin berdekatan, tapi ia tak ingin mencekik, jadi ulurlah tali itu.
Napas akan melega dengan sepasang paru-paru yang tak dibagi. Darah mengalir deras dengan jantung yang tak dipakai dua kali. Jiwa tidaklah dibelah, tapi bersua dengan jiwa lain yang searah. Jadi jangan lumpuhkan aku dengan mengatasnamakan kasih sayang.
Mari berkelana dengan rapat tapi tak dibebat. Janganlah saling membendung apabila tak ingin tersandung.
Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat, karena aku ingin seiring dan bukan digiring 

Dee

0 Komentar:

Tak peduli bagaimana nilai rapor, tak peduli bagaimana sulitnya sekolah. Lupakan sekolah. Wahyu, Luthfan, Gege, Rijal, Burhan, Andri, Ogi...

Jalan jalan: Yogyakarta

Tak peduli bagaimana nilai rapor, tak peduli bagaimana sulitnya sekolah. Lupakan sekolah.
Wahyu, Luthfan, Gege, Rijal, Burhan, Andri, Ogit, Pras, dan aku. Dimulai dari hari Selasa, 21 Juni 2011.  Bertepatan dengan ulang tahun si Andri. Berangkat ke Jogja jam 3 sore dari Surabaya naik kereta bisnis. Sebelumnya, kami ke Surabaya dulu naik kereta ekonomi dari Malang jam 7 pagi. Hal ini kami lakukan untuk menekan pengeluaran karena kalo langsung dari Malang ke Jogja, pasti akan lebih mahal. 
Perjalanan diawali dengan menunggu kedatangan sembilan orang yang akan berangkat. Karena kereta bisnis duduknya dua-dua, satu orang pasti akan duduk sendirian. Sesuai perjanjian, yang datang ke stasiun terakhir akan duduk sendirian, dialah Gege. Berangkat ke Surabaya naik kereta ekonomi dari stasiun kotabaru Malang. Sembari menunggu kereta, kami bertemu dengan orang yang mirip dengan kepala sekolah kami. Sepertinya beliau sudah sering naik kereta. Kereta pun datang. Kami mencari gerbong yang agak sepi. Kami pun menemukan gerbong paling belakang sendiri. Sebut saja gerbong maut. Karena kaca-kacanya sudah tiada sehingga kami masuk melalui itu. Juga tak ada kursi di sana, kami duduk bersila seperti orang tahlilan. Semua orang di gerbong itu juga seperti itu.
Perjalanan menempuh waktu 2,5 jam lebih. Kami pun sampai di stasiun Gubeng Surabaya. Sesampainya di sana, kami istirahat di tempat duduk yang lebih nyaman daripada di kereta. Setelah bergantian ke kamar kecil, kami menyusuri jalanan kota Surabaya yang panas menuju satu tujuan yang dingin yaitu ke dalam Tunjungan Plaza. Di sana, kami sempat berputar-putar dulu sebelum duduk-duduk di Jco.  Kami duduk-duduk di Jco sekedar melepas lelah sambil menikmati nikmatnya makanan dan minuman Jco yang mahal dan makanan yang kami beli di supermarket. Beberapa menit berlalu, kami segera meninggalkan Jco untuk kembali ke stasiun menaiki kereta menuju Yogyakarta, tujuan utama kami. Sebelumnya, kami sempat berfoto ria bersama “rombengan transformer” di tunjungan plaza. Sesampainya di stasiun, kami menuju musholla di luar stasiun untuk menjama’ sholat dhuhur dan ashar sekalian beristirahat. Beberapa dari kami ada yang makan siang di warung dekat sana.
Pukul 14.30 kami memasuki stasiun dan menunggu kereta ke Yogyakarta. Pukul 15.00 kami menaiki kereta kelas bisnis dan berangkat ke Yogyakarta. Yeah! Sepanjang perjalanan kami sangat senang. Tapi di balik kesenangan itu, Wahyu lah yang paling kurang senang. Walaupun dia cukup senang dengan kegiatan merekam menggunakan handycamnya, dia duduk “sendirian”  karena kurang cepat masuk kereta. Padahal yang seharusnya duduk “sendirian” adalah Gege.
Beberapa kali kereta kami berhenti di stasiun-stasiun lain. Ada juga orang-orang yang salah masuk gerbong. Perjalanan menjadi kurang seru saat memasuki hari gelap. Kiri, kanan, yang kulihat hanyalah kegelapan, karena melewati sawah-sawah yang tadinya indah di hari terang. Oh iya, aku sempat berpikir seperti iklan tropicana slim saat naik kereta karena sempat melihat photostory kelas kami yang ada lagu iklan tsb. Saat memasuki kota, aku sempat duduk di dekat pintu gerbong yang terbuka. Cukup seru.
Alhamdulillah, kami sampai di stasiun tugu, Yogyakarta sekitar jam setengah sembilan. Dari stasiun kami langsung berjalan menuju hotel di dekat Malioboro yang sebelumnya sudah dipesan. Kami berjalan cukup jauh melewati jalanan Yogyakarta. Sesampainya di hotel, semua mandi bergantian lalu sholat. Tapi ada juga yang menyempatkan menelpon sang kekasih. Setelah semua anak mandi, kami semua mencari makan malam di Malioboro. Gudeg, itulah makan malam kami saat itu. Pastinya ada sayur tewel di gudeg itu. Kemudian aku dan Wahyu pergi ke minimarket terdekat untuk mencari persediaan air mineral sedangkan anak lainnya langsung ke hotel untuk beristirahat. 
Pagi pertama di Yogyakarta, seperti kemarin, mandi bergantian 9 orang. Cukup lama memang. Namanya manusia, ada juga yang agak males. Sarapan pun kami dapat dari hotel. Nasi goreng yang sudah dingin, uh. Setelah semuanya beres, kami berangkat ke halte transjogja dan menaiki bus transjogja menuju candi Prambanan. Perjalanan cukup jauh, dari kota Yogya ke perbatasan dengan Jawa Tengah. Sesampainya di halte dekat Prambanan, kami terus berjalan sampai candi, saat itu cuaca panas, tak ada awan teduh di langit. Kami bermain-main di semacam reruntuhan di sana, berfoto-foto dengan si candi, dan menemukan acara B-Cak  JTV yang sedang shooting di salah satu candi. Kemudian kami mencari makan siang di warung sekitar kompleks wisata candi Prambanan. Beberapa dari kami memesan nasi rames. Kami kira nasi rames pada umumnya, tapi ternyata ada tewel pada nasi rames tersebut. Lalu kami berjalan menyusuri pasar pernak-pernik di sana. Dan kami menemukan barang-barang serba seribu. Semuanya sama, tidak ada yang berbeda, semuanya seribu, kurang lebih seperti itu rekaman kata-kata yang diputar di tape milik si penjual. Kami membeli 27 gantungan kunci sebagai oleh-oleh untuk teman sekelas. Perjalanan di Prambanan yang termakan terik matahari sudah selesai. Kami memutuskan naik andong menuju halte transjogja. Kami juga memutuskan untuk langsung ke hotel, tidak ke mana-mana lagi karena sudah menikmati teriknya matahari. Di tengah perjalanan, kami mampir untuk memesan tiket kendaraan pulang, kami memilih travel. Kami menunggu tidak terlalu lama saat sampai di halte, bus pun datang. Perjalanan ke halte dekat hotel rasanya bertambah lama, mungkin karena kelelahan, atau mungkin jalurnya memang tambah jauh. Di bus, hanya aku dan Ogit yang tidak tertidur dari sembilan orang rombongan. Dengan kamera Ogit, aku mendapatkan gambar-gambar anak-anak yang tertidur pulas. Ada yang ndoweh, pokoknya aneh-aneh gaya tidur anak-anak. 
Sesampainya di hotel setelah dari halte, setelah menggugurkan kewajiban, kami tidur sore. Malamnya, kami pergi ke pusat bakpia lalu jalan-jalan di Malioboro membelikan oleh-oleh untuk yang di rumah. Makan malam kami pilih nasi goreng dekat sana. Enak tapi kurang banyak. Setelah jalan-jalan, mau bagaimana lagi, sudah malam, capek, langsung tidur. Entah kenapa AC-nya tidak bisa dimatikan. 
Hari kedua, kami akan mengunjungi Kebun Binatang Gembiraloka. Setelah membereskan diri, sarapan, kami langsung check out sekitar jam 9. Kami berangkat ke Kebun Binatang dengan membawa semua barang bawaan kami, berat. Seperti kemarinnya, ke mana-mana harus berjalan lalu naik transjogja, cukup 3000 per orang walaupun selama 2 hari kami selalu naik jurusan 1A sampai hafal jalannya. Setelah berhasil masuk dengan uang 15.000 ke Gembiraloka, kami mencari tempat istirahat. Lalu kami meneruskan perjalanan melihat makhluk-makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Untungnya, kami ditemani pohon-pohon rimbun disertai awan yang teduh. Gajah, orangutan, buaya, katak, ular, salamander, kura-kura, simpanse, kuda nil, tapir, dan lain-lain. Kami makan siang di sana. Beberapa dari kami memesan nasi rames dan Gigih lega tak ada tewel di makanan itu. Setelah makan, kami melanjutkan melihat binatang lain. Dan yang dicari Pras, beruang, akhirnya ketemu. Kami agak lama di tempat beruang itu. Tingkahnya aneh-aneh memang. Yang pertama rakus makan crackersdan agak jahil kepada beruang temannya, yang kedua pendiam tapi suka joget. Ternyata sedang ada pertunjukan binatang pintar di sana. Kami melihatnya. Yang paling mengesankan adalah saat beruang betina tampil. Ya, memang sudah pintar beruang itu. Tapi yang lebih mengesankan lagi adalah si pengisi suara. Dia mengeluarkan suara-suara yang hampir mengarah pada vulgar. Cowok-cowok remaja dari Malang langsung heboh. Untungnya, sebagian besar penonton lainnya adalah anak-anak kecil bersama orangtuanya. Kehebihan pun berlanjut setelah selesai melihat pertunjukan itu. Lalu, kami berjalan mencari jalan keluar. Di perjalanan masih ada hewan-hewan unik lainnya. Tapi ada yang kurang. Kami belum melihat badak dan jerapah. Tapi ternyata ada jerapah yang tidak dalam kandang, jerapah itu kaku tak bergerak. Si pemilik kebun binatang mengganti jerapah asli dengan patung jerapah.
Setelah itu, kami kembali naik transjogja ke Malioboro tepatnya Mall Malioboro. Kami naik transjogja jalur 2A yang tidak kami ketahui jalurnya. Anak-anak bertanya-tanya sampai ada seorang wanita berkerudung menjawab ke Burhan. Dia memang cantik sampai Burhan tidak tahu apa yang dijawabnya. Sesampainya di Mall, kami mencari bekal pulang. Ada juga yang mencari kaos Dagadu. Kami menunggu sampai Maghrib di Jco. Saat Maghrib tiba, kami menuju masjid di dekat sana. Sholat Maghrib dan Isya’ di sana. Di sela-sela menunggu Isya’, kami bertemu dengan seorang wartawan TVOne, sebut saja Ambon Manize, nama fb-nya. Dia bercerita tentang pekerjaannya. Katanya, dia meliput beberapa berita kerusuhan dan pernah meliput di Merapi. Dia menujukkan beberapa fotonya saat bekerja. Dia sedikit bangga saat kami melihat fotonya bersama mahasiswa cantik relawan di Merapi. Dia juga memberikan sedikit motivasi untuk kami agar sukses di masa depan.
Jam setengah 8, kami menunggu travel di depan Mall Malioboro. Seharusnya di depan hotel, tapi sudah ditelpon untuk pindah tempat penjemputan. Saat kami melihat travel yang sepertinya untuk kami, petualangan pun berlanjut. Travelnya tidak berhenti, malah melaju menuju arah hotel. Kami berjalan agak cepat menuju hotel. Ternyata si sopir belum diberitahu kalau pindah tempat penjemputan. Akhirnya kami pulang. Perjalanan malam Jumat yang seru. Sekitar jam 1 dinihari, kami makan di tempat makan yang sepertinya memang untuk perjalanan malam. Setelah kami melawati jalanan pegunungan menuju Batu, kami sampai di kota Malang melewati arah barat. Perjalanan cukupekstrim dengan kecepatan tinggi karena setelah ini pak sopir menjemput orang lagi dan balik ke Yogya. Si Burhan minta diturunkan di depan rumahnya di Dinoyo. “Mas Burhaan!” begitulah sambutan adik-adiknya yang masih kecil. Perjalanan lanjut ke rumah ogit. Ogit turun dengan senang walaupun tidak ada yang menyambut. Tujuh orang lainnya diturunkan di stasiun Kotabaru. Alhamdulillah, akhirnya pulang ke rumah masing-masing dengan selamat.

0 Komentar: